PENDEKATAN SAINTIFIK, FAKTA, KONSEP, PRINSIP, DAN
PROSEDUR
disajikan berikut ini.
1. Mengamati
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini
memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan
media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah
pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini
biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga
relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan
pembelajaran.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta
didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan
metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek
yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah seperti berikut ini.
a.
Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b.
Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c.
Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik
primer maupun sekunder
d.
Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e.
Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk
mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f.
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti
menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat
tulis lainnya.
Kegiatan observasi dalam proses
pembelajaran meniscayakan keterlibatan peserta didik secara langsung. Dalam
kaitan ini, guru harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam
observasi tersebut.
a. Observasi biasa (common observation).
Pada observasi biasa untuk kepentingan pembelajaran, peserta didik merupakan
subjek yang sepenuhnya melakukan observasi (complete
observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan
pelaku, objek, atau situasi yang diamati.
b. Observasi terkendali (controlled
observation). Seperti halnya
observasi biasa, padaobservasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran,
peserta didiksama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau
situasi yang diamati.Merepa juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku,
objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan observasi
biasa, pada observasi terkendalipelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau
situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi
terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi.
c. Observasi partisipatif (participant
observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri
secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi
semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya
etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri
pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa,
misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan
“bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu
tertentu pula untuk mempelajari bahasa
atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi
kehidupan mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan
dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud yaitu observasi berstruktur dan observasi
tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini.
a. Observasi berstruktur. Pada
observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek,
atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan
oleh secara sistematis di bawah bimbingan guru.
b. Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam
rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai
apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta
didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas
subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik
dam guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain,
seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk
merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam
kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan
keperluan.
Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan
observasi, dapat berupa daftar cek (checklist),
skala rentang (rating scale), catatan
anekdotal (anecdotal record), catatan
berkala, dan alat mekanikal (mechanical
device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama
subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang ,
berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan
anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai
kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang
diobservasi. Alat mekanikalberupa alat
mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa
tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh guru dan peserta didik selama
observasi pembelajaran disajikan berikut ini.
a. Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi
untuk kepentingan pembelajaran.
b. Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek,
atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan hiterogensubjek, objek, atau
situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan,
guru dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur
pengamatan.
c. Guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan
sejenisnya, serta bagaimana membuat
catatan atas perolehan observasi.
2. Menanya
Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan
mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru
bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya
belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika
itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang
baik.
Berbeda dengan penugasan yang menginginkan tindakan nyata, pertanyaan
dimaksudkan untuk memperoleh tanggapan verbal. Istilah “pertanyaan” tidak
selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk
pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan,
misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya:
Sebutkan ciri-ciri kalimat efektif!
a. Fungsi bertanya
§ Membangkitkan rasa ingin tahu,
minat, dan perhatian peserta didik
tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
§ Mendorong dan menginspirasi
peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan
untuk dirinya sendiri.
§ Mendiagnosis kesulitan belajar
peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.
§ Menstrukturkan tugas-tugas dan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap,
keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
§ Membangkitkan keterampilan
peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban
secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
§ Mendorong partisipasipeserta
didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik
simpulan.
§ Membangun sikap keterbukaan untuk
saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta
mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
§ Membiasakan peserta didik
berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba
muncul.
§ Melatih kesantunan dalam
berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
b. Kriteria pertanyaan yang baik
§ Singkat dan jelas.Contoh: (1) Seberapa jauh pemahaman Anda mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan generasi muda terjerat kasus narkotika dan
obat-obatan terlarang? (2) Faktor-faktor apakah yang menyebabkan generasi muda
terjerat kasus narkotika dan obat-obatan terlarang? Pertanyaan kedua lebih
singkat dan lebih jelas dibandingkan dengan pertanyaan pertama.
§ Menginspirasi jawaban. Contoh: Membangun semangat kerukunan umat beragama
itu sangat penting pada bangsa yang multiagama. Jika suatu bangsa gagal
membangun semangat kerukukan beragama, akan muncul aneka persoalan sosial
kemasyarakatan. Coba jelaskan dampak sosial apa saja yang muncul, jika suatu
bangsa gagal membangun kerukunan umat beragama?Dua kalimat yang mengawali
pertanyaan di muka merupakan contoh yang diberikan guru untuk menginspirasi
jawaban peserta menjawab pertanyaan.
§ Memiliki fokus. Contoh: Faktor-faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan? Untuk pertanyaan seperti ini sebaiknya masing-masing
peserta didik diminta memunculkan satu jawaban. Peserta didik pertama hingga
kelima misalnya menjawab: kebodohan, kemalasan, tidak memiliki modal usaha,
kelangkaan sumber daya alam, dan keterisolasian geografis. Jika masih tersedia
alternatif jawaban lain, peserta didik yang keenam dan seterusnya, bisa
dimintai jawaban. Pertanyaan yang luas
seperti di atas dapat dipersempit, misalnya: Mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan? Pertanyaan seperti
ini dimintakan jawabannya kepada peserta didik secara perorangan.
§ Bersifat probing atau divergen.Contoh: (1) Untuk meningkatkan kualitas hasil belajar,
apakah peserta didik harus rajin belajar?(2) Mengapa peserta didik yang sangat
malas belajar cenderung menjadi putus sekolah? Pertanyaan pertama cukup
dijawab oleh peserta didik dengan Ya
atau Tidak. Sebaliknya, pertanyaan kedua menuntut jawaban yang bervariasi
urutan jawaban dan penjelasannya, yang kemungkinan memiliki bobot kebenaran
yang sama.
§ Bersifat validatif atau penguatan. Pertanyaan dapat diajukan dengan cara meminta kepada peserta didik yang berbeda untuk menjawab pertanyaan yang
sama. Jawaban atas pertanyaan itu
dimaksudkan untuk memvalidsi atau melakukan penguatan atas jawaban
peserta didik sebelumnya. Ketika beberapa orang peserta didik telah memberikan
jawaban yang sama, sebaiknya guru menghentikan pertanyaan itu atau meminta
mereka memunculkan jawaban yang lain yang berbeda, namun sifatnya menguatkan.
Contoh:
o Guru: “mengapa kemalasan menjadi penyebab kemiskinan”?
o Peserta didik I: “karena orang yang malas lebih banyak diam ketimbang
bekerja.”
o Guru: “siapa yang dapat melengkapi jawaban tersebut?”
o Peserta didik II: “karena lebih banyak diam ketimbang bekerja, orang yang
malas tidak produktif”
o Guru : “siapa yang dapat melengkapi
jawaban tersebut?”
o Peserta didik III: “orang malas tidak bertindak aktif, sehingga kehilangan
waktu terlalu banyak untuk bekerja, karena itu dia tidak produktif.”
o Dan seterusnya
§ Memberi kesempatan peserta didik untuk berpikir ulang.Untuk menjawab pertanyaan dari guru, peserta didik memerlukan waktu yang
cukup untuk memikirkan jawabannya dan memverbalkannya dengan kata-kata. Karena
itu, setelah mengajukan pertanyaan, guru hendaknya menunggu beberapa saat
sebelum meminta atau menunjuk peserta didik untuk menjawab pertanyaan itu.
Jika dengan pertanyaan tertentu tidak ada peserta didik yang bisa menjawah
dengan baik, sangat dianjurkan guru mengubah pertanyaannya. Misalnya: (1) Apa
faktor picu utama Belanda menjajah Indonesia?; (2) Apa motif utama Belanda
menjajah Indonesia? Jika dengan pertanyaan pertama guru belum memperoleh
jawaban yang memuaskan, ada baiknya dia mengubah pertanyaan seperti pertanyaan
kedua.
§ Merangsang peningkatan tuntutan kemampuan kognitif. Pertanyaan guru yang baik membuka peluang peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikir yang makin meningkat, sesuai dengan tuntunan
tingkat kognitifnya. Guru mengemas atau mengubah pertanyaan yang menuntut
jawaban dengan tingkat kognitif rendah ke makin tinggi, seperti dari sekadar
mengingat fakta ke pertanyaan yang menggugah kemampuan kognitif yang lebih tinggi, seperti pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kata-kata kunci pertanyaan ini,
seperti: apa, mengapa, bagaimana, dan seterusnya.
Merangsang proses
interaksi. Pertanyaan guru yang baik
mendorong munculnya interaksi dan suasana menyenangkan pada diri peserta
didik.Dalam kaitan ini, setelah menyampaikan pertanyaan, guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik mendiskusikan jawabannya. Setelah itu, guru
memberi kesempatan kepada seorang atau beberapa orang peserta didik diminta
menyampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Pola bertanya seperti ini
memposisikan guru sebagai wahana pemantul.
2. Menalar
a.
Esensi Menalar
Istilah “menalar” dalam kerangka proses
pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk
menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik
tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif
daripada guru. Penalaran adalah proses berfikir
yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan
berupa pengetahuan. Penalaran dimaksud
merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak
bermanfaat.
Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran.
Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum
2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau
pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada
kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk
kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer
peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan
peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak
berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia.
Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Dari persepektif psikologi,
asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai
hasil dari kesamaan antara pikiran atau
kedekatan dalam ruang dan waktu.
Menurut teori asosiasi, proses pembelajaran pembelajaran akan berhasil
secara efektif jika terjadi interaksi langsung antara pendidik dengan peserta
didik. Pola ineraksi itu dilakukan melalui stimulus dan respons (S-R). Teori ini dikembangan kerdasarkan hasil
eksperimen Thorndike, yang kemudian dikenal dengan teori asosiasi. Jadi,
prinsip dasar proses pembelajaran yang dianut oleh Thorndike adalah asosiasi,
yang juga dikenal dengan teori Stimulus-Respon (S-R). Menurut Thorndike, proses
pembelajaran, lebih khusus lagi proses belajar peserta didik terjadi secara
perlahan atau inkremental/bertahap, bukan secara tiba-tiba. Thorndike
mengemukakan berapa hukum dalam proses pembelajaran.
§ Hukum efek (The Law of Effect),
di mana intensitas hubungan antara stimulus (S) dan respon (R) selama proses
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh konsekuensi dari hubungan yang terjadi.
Jika akibat dari hubungan S-R itu dirasa menyenangkan, maka perilaku peserta
didik akan mengalami penguatan. Sebaliknya, jika akibat hubungan S-R dirasa
tidak menyenangkan, maka perilaku peserta didik akan melemah. Menurut
Thorndike, efek dari reward (akibat yang menyenangkan) jauh lebih besar dalam
memperkuat perilaku peserta didik dibandingkan efek punishment (akibat yang
tidak menyenangkan) dalam memperlemah perilakunya. Ini bermakna bahwa reward
akan meningkatkan perilaku peserta didik, tetapi punishment belum tentu akan
mengurangi atau menghilangkan perilakunya.
§ Hukum latihan (The Law of Exercise). Awalnya, hukum ini
terdiri dari duajenis, yang setelah tahun 1930 dinyatakan dicabut oleh
Thorndike. Karena dia menyadari bahwa latihan saja tidak dapat memperkuat atau
membentuk perilaku. Pertama, Law of Use yaitu hubungan antara S-R
akan semakin kuat jika sering digunakan atau berulang-ulang. Kedua, Law of Disuse, yaitu hubungan antara S-R akan semakin melemah jika
tidak dilatih atau dilakukan berulang-ulang.Menurut Thorndike, perilaku dapat
dibentuk dengan menggunakan penguatan (reinforcement).
Memang, latihan berulang tetap dapat diberikan, tetapi yang terpenting adalah
individu menyadari konsekuensi perilakunya.
§ Hukum kesiapan (The Law of Readiness). Menurut
Thorndike, pada prinsipnya apakah sesuatu itu akan menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk dipelajari tergantung pada kesiapan belajar individunya.
Dalam proses pembelajaran, hal ini bermakna bahwa jika peserta dalam keadaan
siap dan belajar dilakukan, maka merekaakan merasa puas. Sebaliknya, jika
pesert didik dalam keadaan tidak siap dan belajar terpaksa dilakukan, maka
mereka akan merasa tidak puas bahkan mengalami frustrasi. Prinsip-prinsip dasar
dari Thorndike kemudian diperluas oleh B.F. Skinner dalam Operant Conditioning atau pelaziman/pengkondisian operan. Pelaziman
operan adalah bentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari perilaku
menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan diulangi.
Merujuk pada teori S-R, proses pembelajaran akan makin efektif jika peserta
didik makin giat belajar. Dengan begitu, berarti makin tinggi pula kemampuannya
dalam menghubungkan S dengan R. Kaidah dasar yang digunakan dalam teori S-R
adalah:
§ Kesiapan (readiness). Kesiapan
diidentifikasi berkaitan langsung dengan motivasi peserta didik.
Kesiapan itu harus ada pada diri guru dan peserta didik. Guru harus benar-benar
siap mengajar dan peserta didik benar-benar siap menerima pelajaran dari
gurunya. Sejalan dengan itu, segala sumber daya pembelajaran pun perlu
disiapkan secara baik dan saksama.
§ Latihan (exercise). Latihan merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan
secara berulang oleh peserta didik. Pengulangan ini memungkinkan hubungan
antara S dengan R makin intensif dan ekstensif.
§ Pengaruh (effect). Hubungan yang intensif dan berulang-ulang antara S dengan
R akan meningkatkan kualitas ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta
didik sebagai hasil belajarnya. Manfaat hasil belajar yang diperoleh oleh
peserta didik dirasakan langsung oleh mereka dalam dalam dunia kehidupannya.
Kaidah atau prinsip “pengaruh” dalam pembelajaran berkaitan dengan
kemamouan guru menciptakan suasana, memberi penghargaan, celaan, hukuman, dan
ganjaran. Teori S – S ini memang terkesan robotik. Karenanya, teori ini terkesan
mengenyampingkan peranan minat, kreativitas, dan apirasi peserta didik.
Oleh karena tidak semua perilaku belajar atau pembelajaran dapat dijelaskan
dengan pelaziman sebagaimana dikembangkan oleh
Ivan Pavlov, teori asosiasi biasanya menambahkan teori belajar sosial (social learning) yang dikembangkan oleh
Bandura. Menurut Bandura, belajar terjadi karena proses peniruan (imitation). Kemampuan peserta didik
dalam meniru respons menjadi pengungkit utama aktivitas belajarnya. Ada empat
konsep dasar teori belajar sosial (social
learning theory) dari Bandura.
§ Pertama, pemodelan (modelling), dimana
peserta didik belajar dengan cara meniru perilaku orang lain (guru, teman,
anggota masyarakat, dan lain-lain) dan pengalaman vicarious yaitu belajar dari
keberhasilan dan kegagalan orang lain itu.
§ Kedua, fase belajar, meliputi fase
memberi perhatian terhadap model (attentional), mengendapkan hasil
memperhatikan model dalam pikiran pebelajar (retention), menampilkan ulang
perilaku model oleh pebelajar (reproduction), dan motivasi (motivation) ketika
peserta didik berkeinginan mengulang-ulang perilaku model yang mendatangkan
konsekuensi-konsekuensi positif dari lingkungan.
§ Ketiga, belajar vicarious, dimana
peserta didik belajar dengan melihat apakah orang lain diberi ganjaran atau
hukuman selama terlibat dalam perilaku-perilaku tertentu.
§ Keempat, pengaturan-diri
(self-regulation), dimana peserta didik mengamati, mempertimbangkan, memberi
ganjaran atau hukuman terhadap perilakunya sendiri.
Teori asosiasi ini sangat efektif menjadi landasan menanamkan sikap ilmiah
dan motivasi pada peserta didik berkenaan dengan nilai-nilai instrinsik dari
pembelajaran partisipatif. Dengan cara ini peserta didik akan melakukan
peniruan terhadap apa yang nyata diobservasinya dari kinerja guru dan temannya
di kelas.
Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan
aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat
dilakukan dengan cara berikut ini.
§ Guru menyusun bahan pembelajaran
dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
§ Guru tidak banyak menerapkan
metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi
singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun
dengan cara simulasi.
§ Bahan pembelajaran disusun secara
berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah)
sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
§ Kegiatan pembelajaran
berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
§ Seriap kesalahan harus segera
dikoreksi atau diperbaiki
§ Perlu dilakukan pengulangan dan
latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
§ Evaluasi atau penilaian didasari
atas perilaku yang nyata atau otentik.
§ Guru mencatat semua kemajuan
peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.
a.
Cara menalar
Seperti telah dijelaskan di muka, terdapat dua
cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalardengan menarik simpulan dari
fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi,
menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang
bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat
umum.Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi
inderawi atau pengalaman empirik.
Contoh:
v Singa binatang berdaun telinga,
berkembangbiak dengan cara melahirkan
v Harimau binatang berdaun telinga,
berkembangbiak dengan cara melahirkan
v Ikan Paus binatang berdaun
telinga berkembangbiak dengan melahirkan
v Simpulan: Semua binatang yang
berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari
pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang
bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara
kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum terlebih
dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis,
silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi
menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara,
yaitu langsung dan tidak langsung.
Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis,sedangkan simpulan tidak
langsung ditarik dari dua premis.
Contoh :
v Kamera adalah barang elektronik
dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
v Telepon genggam adalah barang
elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperas.
v Simpulan: semua barang elektronik
membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
b. Analogi dalam Pembelajaran
Selama proses pembelajaran, guru dan pesert didik sering kali menemukan
fenomena yang bersifat analog atau memiliki persamaan. Dengan demikian, guru
dan peserta didik adakalamua menalar secara analogis. Analogi adalah suatu
proses penalaran dalam pembelajaran dengan cara membandingkan sifat esensial
yang mempunyai kesamaan atau persamaan.
Berpikir analogis sangat penting dalam pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Seperti halnya penalaran, analogi terdiri
dari dua jenis, yaitu analogi induktif dan analogi deduktif. Kedua analogi itu
dijelaskan berikut ini.
Analogi induktif disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena
atau gejala. Atas dasar persamaan dua gejala atau fenomena itu ditarik simpulan
bahwa apa yang ada pada fenomena atau gejala pertama terjadi juga pada fenomena
atau gejala kedua. Analogi induktif merupakan suatu
“metode menalar” yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu simpulan yang dapat
diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua fenomena
atau gejala khusus yang diperbandingkan.
Contoh:
Peserta didik Pulan merupakan pebelajar yang tekun.
Dia lulus seleksi Olimpiade Sains Tingkat Nasional tahun ini. Dengan demikian,
tahun ini juga,Peserta didik Pulan akan mengikuti kompetisi pada Olimpiade
Sains Tingkat Internasional. Untuk itu dia harus belajar lebih tekun lagi.
Analogi deklaratif merupakan suatu“metode menalar” untuk menjelaskan atau
menegaskan sesuatu fenomena atau gejala yang belum dikenal atau masih samar,
dengan sesuatu yang sudah dikenal.Analogi deklaratif
ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru, fenomena, atau gejala menjadi
dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah
dketahui secara nyata dan dipercayai.
Contoh:
Kegiatan kepeserta didikan akan berjalan baik jika
terjadi sinergitas kerja antara kepala sekolah, guru, staf tatalaksana,
pengurus organisasi peserta didik intra sekolah, dan peserta didik. Seperti
halnya kegiatan belajar, untuk mewujudkan hasil yang baik diperlukan sinergitas
antara ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
c. Hubungan Antarfenomena
Seperti halnya penalaran dan analogi, kemampuan menghubungkan antarfenomena
atau gejala sangat penting dalam proses pembelajaran, karena hal itu akan
mempertajam daya nalar peserta didik. Di sinilah esensi bahwa guru dan peserta
didik dituntut mampu memaknai hubungan antarfenonena atau gejala, khususnya
hubungan sebab-akibat.
Hubungan sebab-akibat diambil dengan menghubungkan satu atau beberapa fakta
yang satu dengan datu atau beberapa fakta yang lain.Suatu simpulan yang menjadi
sebab dari satu atau beberapa fakta itu atau dapat juga menjadi akibat dari
satuatau beberapa fakta tersebut.
Penalaran sebab-akibat ini masuk dalam ranah penalaran induktif, yang
disebut dengan penalaran induktif sebab-akibat. Penalaran induksi sebab akibat
terdiri dri tiga jenis.
§ Hubungan sebab–akibat. Pada
penalaran hubungan sebab-akibat, hal-hal yang menjadi sebab dikemukakan
terlebih dahulu, kemudian ditarik simpulan yang berupa akibat.
Contoh:
Bekerja keras, belajar tekun, berdoa, dan tidak putus
asa adalah faktor pengungkit yang bisa
membuat kita mencapai puncak kesuksesan.
§ Hubungan akibat–sebab. Pada
penalaran hubungan akibat-sebab, hal-hal yang menjadi akibat dikemukakan
terlebih dahulu, selanjutnya ditarik simpulan yang merupakan penyebabnya.
Contoh :
Akhir-ahir ini sangat marak kenakalan remaja, angka
putus sekolah, penyalahgunaan Nakoba di kalangan generasi muda, perkelahian
antarpeserta didik, yang disebabkan oleh pengabaian orang tua dan ketidaan
keteladanan tokoh masyarakat, sehingga mengalami dekandensi moral secara
massal.
§ Hubungan sebab–akibat 1 – akibat
2. Pada penalaran hubungan sbab-akibat 1 –akibat 2, suatu penyebab dapat menimbulkan serangkaian
akibat. Akibat yang pertama menjadi penyebab, sehingga menimbulkan akibat
kedua. Akibat kedua menjadi penyebab sehingga menimbulkan akibat ketiga, dan
seterusnya.
Contoh:
Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, hidupnya
terisolasi. Keterisolasian itu menyebabkan mereka kehilangan akses untuk
melakukan aktivitas ekonomi, sehingga muncullah kemiskinan keluarga yang akut.
Kemiskinan keluarga yang akut menyebabkan anak-anak mereka tidak berkesempatan
menempuh pendidikan yang baik. Dampak lanjutannya, bukan tidak mungkin terjadi
kemiskinan yang terus berlangsung secara siklikal.
§
Mencoba
Untuk memperoleh hasil belajar
yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan,
terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA,
misalnya,peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses
untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan
metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya sehari-hari.
Aplikasi metode eksperimen atau
mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu
sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk
ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar
menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan
yang tersedia dan harus disediakan; (3)mempelajari dasar teoritis yang relevan
dan hasil-hasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan;
(5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6)
menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7)membuat laporan dan
mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat
berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga
akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang
dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan
kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah
yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid
(7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru
mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu
didiskusikan secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu,
persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau
mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.
a. Persiapan
§ Menentapkan
tujuan eksperimen
§ Mempersiapkan
alat atau bahan
§ Mempersiapkan
tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan
melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi
beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran
§ Memertimbangkanmasalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau
menghindari risiko yang mungkin timbul
§ Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan
dan tahapa-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.
b. Pelaksanaan
§ Selama proses eksperimen atau
mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik
agar kegiatan itu berhasil dengan baik.
§ Selama proses eksperimen atau mencoba, guru
hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan
menghambat kegiatan pembelajaran.
c. Tindak lanjut
a. Peserta didik
mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru
b. Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik
c.
Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen.
d. Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen.
e. Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan
Apa yang dimaksud dengan
pembelajaran kolaboratif? Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat
personal, lebih dari sekadar sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas
sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup
manusia yang menempatkan dan memaknaikerjasama sebagai struktur interaksi yang
dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif dalam
rangka mencapai tujuan bersama.
Pada pembelajaran kolaboratif
kewenangan guru fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar,
sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif. Jika pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai
satu falsafah peribadi, maka ia menyentuh tentang identitas peserta didik
terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru.
Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling
menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara
semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkin peserta didik menghadapi
aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama.

Seperti termuat dalam gambar,
Vygostsky mengemukakan tiga wilayah yang
tergamit dalam ZPD yang disebut dengan “cannot yet do”, “can
do with help“, dan “can do alone“. ZPD merupakan
wilayah “can do with help”yang sifatnya tidak permanen,
jika proses pembelajaran mampu menarik pebelajar dari zona tersebut dengan cara
kolaborasi atau pembelajaran kolaboratif.
Ada empat sifat kelas atau
pembelajaran kolaboratif. Dua sifat berkenaan dengan
perubahan hubungan antara guru dan peserta didik. Sifat ketiga berkaitan dengan
pendekatan baru dari penyampaian guru selama proses pembelajaran. Sifat keempat
menyatakan isi kelas atau pembelajaran kolaboratif.
§ Guru dan peserta
didik saling berbagi informasi. Dengan pembelajaran kolaboratif, peserta didik memiliki ruang gerak untuk menilai dan membina ilmu
pengetahuan, pengalaman personal, bahasa komunikasi, strategi dan konsep
pembelajaran sesuai dengan teori, serta menautkan kondisi sosiobudaya dengan
situasi pembelajaran. Di sini, peran guru lebih banyak sebagai pembimbing dan
manajer belajar ketimbang memberi instruksi dan mengawasi secara rijid.
Contoh:
Jika guru mengajarkan
topik “hidup bersama secara damai.” Peserta didik yang mempunyai pengalaman
yang berkaitan dengan topik tersebut berpeluang menyatakan sesuatu pada sesi
pembelajaran, berbagi idea, dan memberi garis-garis besar arus komunikasi
antar peserta didik. Jika peserta didikmemahami dan melihat fenomena nyata
kehidupan bersama yang damai itu, pengalaman dan pengetahuannya dihargai dan
dapat dibagikan dalam jaringan pembelajaran mereka. Mereka pun akan termotivasi
untuk melihat dan mendengar. Di sini peserta didik juga dapat merumuskan kaitan
antara proses pembelajaran yang sedang dilakukan dengan dunia sebenarnya.
a. Berbagi tugas dan kewenangan. Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berbagi tugas dan kewenangan
dengan peserta didik, khususnya untuk hal-hal tertentu. Cara ini memungkinan
peserta didik menimba pengalaman mereka sendiri, berbagi strategi dan
informasi, menghormati antarsesa, mendoorong tumbuhnya ide-ide cerdas, terlibat
dalam pemikiran kreatif dan kritis serta memupuk dan menggalakkan mereka
mengambil peran secara terbuka dan bermakna.
b. Guru sebagai mediator.Pada pembelajaran atau kelas kolaboratif, guru berperan sebagai mediator
atau perantara. Guru berperan membantu
menghubungkan informasi baru dengan pengalaman yang ada serta membantu
peserta didik jika mereka mengalami kebutuan dan bersedia menunjukkan cara
bagaimana mereka memiliki kesungguhan untuk belajar.
c. Kelompok peserta didik yang heterogen. Sikap, keterampilan, dan
pengetahuan peserta didk yang tumbuh dan berkembang sangat penting untuk memperkaya pembelajaran di kelas.
Pada kelas kolaboratif peserta didikdapat menunjukkan kemampuan dan
keterampilan mereka, berbagi informasi,serta mendengar atau membahas sumbangan
informasi dari peserta didik lainnya. Dengan cara seperti ini akan muncul
“keseragaman” di dalam heterogenitas peserta didik.
2. Contoh Pembelajaran Kolaboratif
Guru ingin mengajarkan tentang
konsep, penggolongan sifat, fakta, atau mengulangi informasi tentang
objek. Untuk keperluan pembelajaran ini dia menggunakan media sortir kartu
(card sort). Prosedurnya dapat dilakukan seperti berikut ini.
§ Kepada peserta didik diberikan
kartu indeks yang memuat informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau
lebih katagori.
§ Peserta didik diminta untuk
mencari temannya dan menemukan orang yang memiliki kartu dengan katagori yang
sama.
§ Berikan kepada peserta didik yang
kartu katagorinya sama menyajikan sendiri kepada rekanhya.
§ Selama masing-masing katagori
dipresentasikan oleh peserta didik, buatlah catatan dengan kata kunci (point) dari pembelajaran tersebut yang
dirasakan penting.
a.
Macam-macam
Pembelajaran Kolaboratif
Banyak merode yang dipakai dalam
pembelajaran atau kelas kolaboratif. Beberapa di antaranya dijelaskan berikut
ini.
§ JP = Jigsaw Proscedure. Pembelajaran dilakukan dengan cara peserta didik
sebagai anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda mengenai suatu
pokok bahasan. Agar masing-masing peserta didik anggota dapat memahami
keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh.
Penilaian didasari pada rata-rata skor
tes kelompok.
§ STAD = Student Team Achievement Divisions.Peserta didik dalam suatu kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok bertindak saling
membelajarkan. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh terhadap
keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh
terhadap keberhasilan individu peserta didik lainnya. Penilaian didasari pada
pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok peserta didik.
§ CI = Complex Instruction.Titik tekan metode ini
adalam pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan,
khususnya dalam bidang sains, matematika, dan ilmu pengetahuan sosial. Fokusnya
adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua peserta didiksebagai anggota
kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan dalam
pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan di
antara para peserta didik yang sangat heterogen. Penilaian didasari pada proses
dan hasil kerja kelompok.
§ TAI = Team Accelerated Instruction. Metodeini merupakan kombinasi antara pembelajaran
kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap
peserta didik sebagai anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka
kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama
dalam kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap
peserta didik mengerjakan soal-soal berikutnya. Namun jika seorang peserta
didik belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia harus
menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap tahapan soal disusun
berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian didasari pada hasil belajar
individual maupun kelompok.
§ CLS = Cooperative Learning Stuctures. Pada penerapan metode pembelajaran ini setiap
kelompok dibentuk dengan anggota dua peserta didik (berpasangan). Seorang
peserta didik bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee.
Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila
jawaban tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan
terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua
peserta didik yang saling berpasangan itu berganti peran.
§ LT = Learning Together. Pada metode ini kelompok-kelompok sekelas beranggotakan peserta didik
yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerjasama untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set
lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.
§ TGT = Teams-Games-Tournament. Pada metode ini, setelah belajar bersama kelompoknya
sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain
sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasari pada jumlah
nilai yang diperoleh kelompok peserta didik.
§ GI = Group Investigation. Pada metode ini semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu
penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok
menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan
melaksanakannya berikut bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum
kelas. Penilaian didasari pada proses dan hasil kerja kelompok.
§ AC = Academic-Constructive Controversy. Pada metode ini setiap anggota kelompok dituntut
kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan
berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota sekelompok maupun
dengan anggota kelompok lain. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian
dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan,
hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan keselarasan. Penilaian didasarkan
pada kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang
dipilihnya.
§ CIRC = Cooperative Integrated Reading and Composition. Pada metode pembelajaran ini mirip dengan TAI.
Metode pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan tata
bahasa. Dalam pembelajaran ini, para peserta didik saling menilai kemampuan
membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam
kelompoknya.
b.
Pemanfaatan Internet
Pemanfaatan internet sangat
dianjurkan dalam pembelajaran atau kelas kolaboratif. Karena memang, internet merupakan
salah satu jejaring pembelajaran dengan akses dan ketersediaan informasi yang
luas dan mudah. Saat ini internet telah
menyediakan diri sebagai referensi yang murah dan mudah bagi peserta didik atau
siapa saja yang hendak mengubah wajah dunia.
Penggunaan internet disarakan
makin mendesak sejalan denan perkembangan pengetahuan terjadi secara
eksponensial. Masa depan adalah milik peserta didik yang memiliki akses hampir
ke seluruh informasi tanpa batas dan mereka yang mampu memanfaatkan informasi
diterima secepat mungkin.
1. Konsep
Konsep dalam matematika dapat berupa istilah dan symbol, dimana dalam
istilah ini ada yang dapat didefinisikan dan ada pula yang tidak dapat
didefinisikan:
- Istilah tak terdefinisi
Istilah tak terdifinisi merupakan istilah dasar ( primitif ) yang digunakan
untuk membangun istilah lain, arti istilahnya sendiri tidak didefinisikan,
tetapi dideskripsikan. Contohnya pada sistem matematika tertentu, kita mengenal
istilah tak terdefinisi seperti himpunan, grup, gelanggang, ruang vektor,
titik, garis, dan bidang.
- Istilah terdefinisi
Istilah terdifinisi merupakan istilah yang digunakan dalam sistem, bukan
istilah dasar, dan dirumuskan dari istilah dasar sehingga mempunyai arti
tertentu dan perumusannya menjadi suatu pernyataan yang benar. Contohnya dalam
matematika, kita bias mengenal istilah terdefinisi seperti fungsi, matriks dan
vector.
Dalam suatu definisi jika berarti jika dan hanya jika (berupa pernyataan
bi-implikasi). Suatu definisi yang baik mempunyai ciri berikut.
- Jelas, tepat , dan mempunyai satu makna.
- Hanya menggunakan istilah dasar atau yang telah ada sebelumnya
- Konsisten, dalam setiap kasus mempunyai arti yang sama.
- Jangkauannya cukup luas untuk dapat memuat sebanyak mungkin objek dari sistem.
Istilah himpunan hingga dapat didefinisikan sebagai himpunan yang
terdiri atas n unsur (n bilangan asli) atau himpunan kosong.
2. Fakta
Fakta dalam matematika bias berupa aksioma atau postulat. Aksioma
adalah pernyataan yang diandaikan benar pada suatu sistem dan diterima tanpa
pembuktian, sebagai titik awal logika. Aksioma hanya memuat istilah tak
terdefinisi dan istilah terdefinisi, tidak berdiri sendiri, dan tidak diuji
kebenarannya. Sekelompok aksioma dalam suatu sistem harus konsisten, dapat
membangun sistem tersebut , dan tidak saling bertentangan.
Contoh:
Apabila a dan b adalah bilangan real, maka berlaku a > b, a = b, atau a
< b, pernyataan ini merupakan sebuah aksioma.
3. Prinsip
Prinsip dalam matematika dapat berupa teorema atau dalil. Teorema adalah
suatu pernyataan matematika yang dirumuskan secara logika dan dibuktikan. Suatu
teorema terdiri dari beberapa hipotesis dan kesimpulan, yang dapat dibuktikan
dengan memanfaatkan istilah dasar, istilah terdefinisi, aksioma, dan pernyataan
benar lainnya.
Contoh Teorema:
Jumlah sudut luar segitiga sama dengan 360o.
4. Prosedur
Prosedur dalam matematika adalah langkah atau urutan atau cara yang
digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas matematika yang mencakup langkah demi
langkah dalam melakukan tugas.
Contoh:
- Untuk menentukan
vektor resultan ( vektor pengganti ) 2 buah vektor dapat dilakukan dengan cara:
- Cara Jajaran Genjang
- Cara Segitiga Vektor
- Cara Polygon
0 Response to "PENDEKATAN SAINTIFIK, FAKTA, KONSEP, PRINSIP, DAN PROSEDUR"
Posting Komentar